Header Ads

Suriah Mulai Rasakan Dampak tak Wajib Militer


Pemerintahan baru Suriah dihadapkan pada tantangan besar dalam membangun stabilitas nasional pascaperang panjang yang meluluhlantakkan negeri itu. Pemerintahan Suriah yang baru di bawah Presiden Ahmed Al Sharaa menghapus wajib militer untuk menghindari tuduhan pelanggaran HAM.

Di satu sisi, kebijakan itu disambut baik namun di sisi lain Suriah kini menghadapi kelambatan dalam rekonstruksi dan pembangkangan mulai marak. Belakangan muncul kembali wacana wajib militer yang disesuaikan.

Di masa lalu, rezim Assad dikenal menerapkan wajib militer dengan ketat, disertai hukuman finansial bagi mereka yang berupaya menghindar. Besaran dendanya kerap dianggap memberatkan, mencapai 3-8 ribu dolar bagi warga Suriah di dalam negeri maupun diaspora.

Kini, dengan kondisi sosial ekonomi yang jauh berbeda, pemerintahan baru Suriah dituntut untuk merumuskan skema wajib militer yang lebih adil. Banyak kalangan menilai, denda yang terlalu tinggi justru hanya menambah penderitaan rakyat yang sudah lama terhimpit.

Sebagian pengamat menyarankan agar denda bagi yang menolak wajib militer bisa dikurangi atau disesuaikan dengan kemampuan finansial masing-masing keluarga. Skema progresif seperti itu dianggap lebih realistis untuk konteks Suriah pascaperang.

Fungsi wajib militer sendiri dalam kondisi Suriah sekarang tidak hanya sekadar kebutuhan militer, tetapi juga instrumen politik dan administratif. Dengan adanya kewajiban tersebut, negara dapat melakukan sensus tidak langsung terhadap penduduk.

Langkah ini penting karena bertahun-tahun Suriah dilanda kekacauan sehingga data demografi tidak lagi akurat. Wajib militer memungkinkan pemerintah mengetahui siapa saja yang tinggal di wilayahnya, terutama kalangan usia produktif.

Selain itu, mekanisme ini juga menjadi sarana untuk memantau potensi pembangkangan sipil. Daerah-daerah seperti Latakia dan Suwaida sering dilaporkan memiliki kelompok yang enggan tunduk sepenuhnya pada otoritas pusat.

Melalui kewajiban militer, pemerintah bisa mengidentifikasi kelompok yang enggan berpartisipasi dan mencari solusi lebih dini, baik melalui dialog maupun langkah hukum. Dengan demikian, wajib militer memiliki fungsi ganda: pertahanan dan kontrol sosial.

Meski begitu, pemerintah harus berhati-hati agar kebijakan ini tidak menimbulkan stigma pelanggaran hak asasi manusia. Suriah sudah terlalu lama mendapat sorotan internasional terkait praktik represif dan pelanggaran hukum humaniter.

Salah satu cara menghindari kritik adalah dengan membuat jalur alternatif bagi mereka yang tidak mampu atau tidak ingin bertugas di garis depan. Misalnya, memberi opsi wajib militer dalam bentuk kerja sosial, pelayanan medis, atau pembangunan infrastruktur.

Kebijakan semacam ini pernah diterapkan di beberapa negara lain yang tengah bangkit dari konflik. Hasilnya, selain memperkuat negara, juga menciptakan rasa keadilan di kalangan rakyat.

Dengan pendekatan semacam itu, Suriah bisa memulihkan wibawa negara tanpa harus memperdalam luka sosial yang sudah ada. Wajib militer akan menjadi simbol keterlibatan warga dalam proses rekonstruksi nasional.

Dukungan finansial dari diaspora Suriah juga bisa diakomodasi lewat mekanisme pembayaran denda yang lebih masuk akal. Tidak semua perantau mampu menanggung beban ribuan dolar hanya untuk membebaskan diri dari kewajiban militer.

Jika pemerintah menetapkan denda dalam kisaran yang lebih rendah, misalnya setara dengan biaya administrasi standar, hal ini dapat membuka ruang kepercayaan baru antara rakyat dan negara.

Di sisi lain, aparat keamanan harus memastikan bahwa penerapan wajib militer tidak dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk mencari keuntungan pribadi. Pengalaman masa lalu memperlihatkan banyak praktik pungli yang merusak citra negara.

Transparansi, akuntabilitas, dan aturan yang jelas menjadi kunci agar wajib militer benar-benar berfungsi untuk kepentingan bangsa, bukan segelintir elit.

Dengan kondisi geopolitik Suriah yang masih rapuh, negara ini tetap membutuhkan sistem pertahanan yang solid. Kehadiran militer yang kuat dianggap vital untuk menjaga kedaulatan dan mengantisipasi ancaman eksternal.

Namun, militer Suriah di era baru juga dituntut untuk menjadi institusi profesional, bukan sekadar alat politik rezim. Wajib militer yang sehat bisa menjadi pintu masuk untuk reformasi tersebut.

Jika dijalankan dengan benar, wajib militer akan mencetak generasi baru warga Suriah yang sadar akan tanggung jawab kolektif. Ini adalah langkah awal menuju negara yang lebih stabil, berdaulat, dan dipercaya rakyatnya.

Perbandingan

Denda atau biaya (fee) jika seseorang tidak ikut wajib militer di era rezim Assad di Suriah bervariasi tergantung jenis pelanggaran dan status orang tersebut (misalnya tinggal di dalam negeri atau di luar negeri, usia, cadangan militer, dll.). Berikut ini beberapa angka yang terpublikasi:

Orang yang tinggal di luar negeri selama minimal 4 tahun bisa membayar sekitar US$ 8.000 sebagai kompensasi agar tak wajib militer. 

Orang yang sudah mencapai usia cadangan (reserve service) dan belum ikut, diizinkan untuk membayar US$ 4.800 sebagai “exemption fee” menurut Dekrit Presiden Assad tahun 2023. 

Jika seseorang dengan alasan medis/tidak mampu ikut wajib militer karena faktor fisik, bisa dikenai denda sekitar US$ 3.000 untuk ekstensi atau pembebasan. 

Wilayah SDF Suriah

Di wilayah yang dikuasai SDF (Syrian Democratic Forces) aturannya berbeda dengan Suriah pemerintahan Assad.

SDF tidak menerapkan sistem denda dalam bentuk dolar seperti rezim Assad. Mereka punya mekanisme yang disebut “Wajib Militer Mandiri” atau Self-Defense Duty (Himaya Dhatiyya).

Beberapa poin pentingnya:

Durasi: biasanya 1 tahun wajib militer untuk pria dewasa.

Usia: umumnya antara 18–30 tahun, meskipun di beberapa daerah bisa sampai 40 tahun.

Pengganti uang: tidak ada opsi resmi membayar denda dolar agar bebas wajib militer, berbeda dengan sistem Assad.

Sanksi jika menolak: yang menolak bisa dikenai penangkapan sementara, denda lokal dalam bentuk lira Suriah (bukan dolar), atau diwajibkan tetap ikut setelah masa penahanan.

Pengecualian: mahasiswa, anak tunggal dalam keluarga, atau orang dengan kondisi medis tertentu bisa mendapatkan penangguhan atau pembebasan.

Artinya, kalau di wilayah SDF, tidak ada sistem resmi “membayar ribuan dolar” untuk menghindari wajib militer. Hukuman lebih berupa penahanan atau pemaksaan bergabung, bukan denda uang besar.


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.